Headlines News :
Home » , , , , » Rekayasa Raden Triomacan Nuh Kian Terungkap

Rekayasa Raden Triomacan Nuh Kian Terungkap

Written By Unknown on Minggu, 18 Januari 2015 | 09.44








RNEWS - Berkas kasus Raden Nuh, mantan penggagas dan admin triomacan2000 dikembalikan pihak kejaksaan kepada penyidik Polda Metro Jaya karena tidak lengkap atau tidak memenuhi persyaratan.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Martinus Sitompul mengatakan, untuk berkas dua tersangka Raden Nuh dan Harry Koes dikembalikan oleh pihak kejaksaan untuk dilengkapi berkasnya.

"Penyidik masih melengkapi kekurangan berdasar petunjuk jaksa, hari Jumat lalu dikembalikan berkasnya oleh jaksa. Minggu depan mudah-mudahan sudah bisa selesai dan akan dikirimkan lagi ke kejaksaan," kata Martinus di kantornya, Rabu (14/1/2015).



Fakta Hukum Terungkap

Menanggapi tak kunjung rampungnya kasus Raden Nuh meski sudah lebih 70 hari dikebut penyidik, Raden Nuh mengungkapkan fakta-fakta hukum seputar sangkaan tindak pidana yang tengah dijeratkan kepadanya.

Raden Nuh menegaskan dirinya tak pernah memeras orang sepanjang hidupnya. Raden mengatakan kasus yang kini menjerat dirinya murni rekayasa para koruptor dan mafia hukum. Hingga kini penyidik kesulitam menemukan bukti bahwa Raden Nuh benar telah menyuruh Koes Hardjono, mantan stafnya di Asatunews, yang sudah dipecat sejak 1 Septermber 2014 lalu.

Menanggapi dikembalikannya berkas Raden Nuh untuk sekian kali oleh kejaksaan, Raden Nuh berharap penyidik dan jaksa dapat bertindak adil dan profesional. Kasus Raden Nuh memang sarat rekayasa dari para koruptor, dimotori Abdul Satar dan Wahyu Sakti Trenggono, dua mafia koruptor di BUMN Telkom dan sektor telekomunikasi nasional.

Tindakan brutal dari Satar dan Trenggono ini merupakan wujud corruptors fight back alias serangan balik terhadap Raden Nuh dan Edi Syahputra, yang selama empat tahun terakhir gencar mengungkap korupsi elit, pejabat tinggi dan konglomerat - konglomerat Indonesia.


Uraian Kasus Raden Nuh

Kasus Raden Nuh ini sesungguhnya sederhana. Ada mantan staf Raden Nuh bernama Koes. Hardjono yang merasa sakit hati, mendendam dan nekad memberikan keterangan palsu / memfitnah Raden Nuh di hadapan penyidik, dengan mengatakan bahwa ia (Koes Hardjono) pernah memeras Abdul Satar pada Agustus 2014, yang mana pemerasan itu disebutkannya adalah atas perintah Raden Nuh.

Koes Hardjono adalah mantan Direktur Utama PT Asatu Media Perdana Bangsa yang telah dipecat dan dilaporkan ke polisi karena penggelapan mobil dan uang perusahaaan. Koes dipecat pada tanggal 1 September 2014 dan dilaporkan ke Polsek Teber Jakarta Selatan pada tanggal 16 September 2014. Kedua alat bukti itu ada pada penyidik Ditkrimsus Polda Metro Jaya karena merupakan bagian dari dokumen yang disita penyidik.


Koes Hardjono Menghilang 

Koes Hardjono pada tanggal 23-26 Oktober 2014 dinyatakan hilang oleh keluarganya. Selama 3 hari keberadaan Koes Hardjono tidak diketahui keluarga, belakangan diperoleh informasi bahwa kehilangan Koes Hardjono selama 3 hari itu terkait dengan penyusunan skenario atau rencana Abdul Satar dan Trenggono untuk memfitnah dan menjerat Raden Nuh sebagai tersangka. Koes Hardjono diketahui selama 3 hari selalu bersama Abdul Satar dan Trenggono cs, melakukan rapat-rapat dan berkolusi untuk merekayasa kasus Raden Nuh, advokat aktifis anti korupsi yang juga merupakan pencetus dan mantan admin akun twitter anti korupsi Triomacan2000.



Abdul Satar dan Trenggono Pemilik Asatunews 

Mengenai sosok Abdul Satar yang menjadi pihak 'Pelapor' Koes Hardjono di Polda Metro Jaya, Raden mengungkapkan, Abdul Satar adalah rekan Wahyu Sakti Trenggono. Keduanya adalah pengusaha swasta pemilik PT Tower Bersama (TBIG) dan PT Solusindo Kreasi Pratama (SKP) yang korupsi puluhan triliun bersama Arief Yahya mantan Direktur PT Telkom Indonesia. Korupsi mereka pada Proyek MPLIK, IDN dan akusisi 13.7% saham TBIG oleh Telkom senilai USD 904 juta atau Rp 11 triliun yang gencar dibongkar Raden Nuh sebelum ditangkap dan ditahan Polda. Metro Jaya.

Menurut Raden, Abdul Satar dan WS Trenggono sesungguhnya adalah mitra Raden Nuh di Asatunews (PT Asatu Media Perdana Bangsa). Mereka berdua adalah investor Asatunews. Tetapi karena korupsi mereka di Telkom, Raden bersikukuh menolak mengamankan korupsi tersebut, Abdul Satar - Trenggono melakukan rekayasa kasus dan memfitnah untuk membungkam aktifitas Raden Nuh.

"Kita memang saudara mas..tapi saya tdk bisa bersaudara dalam kejahatan" kata Raden Nuh kepada Abdul Satar pada saat mereka bertemu di Restoran Lazaretta, Tebet, Senin 13 Oktober 2014 lalu. Raden menambahkan, Abdul Satar dan Trenggono berulang kali membujuk Raden Nuh untuk membantu mengamankan korupsi mereka di PT Telkom Indonesia Tbk.

Raden sendiri baru mengetahui keterlibatan mereka pada dugaa korupsi akuisisi 13,7 persen saham TBIG oleh Telkom setelah mendengar sendiri pengakuan Abdul Satar bahwa mereka (Abdul Satar danTrenggono) juga merupakan pemegang saham di TBIG meski nama mereka tidak tercantum dalam akte Perusahaan TBIG.

Pengakuan sebagai pemilik TBIG disampaikan Abdul Satar pada tanggal 13 Oktober 2014, disaksikan juga oleh rekan Abdul Satar yang tidak diketahui namanya, Benny Koesbandoro dan Ibnu Hayat, pada suatu kesempatan makan siang bersama di Restoran Lazaretta  Jalan Tebet Raya Jakarta Selatan. Pertemuan tanggal 13 Oktober 2014 di Lazaretta itu merupakan inisiatif dan undangan Abdul Satar dalam rangka membicarakan perkembangan perusahaan Asatunews paska pemecatan Koes Hardjono dari Direktur Utama Asatunews karena kasus penggelapan.



Abdul Satar Mengancam Akan Menghabisi Raden Nuh

Pada Pertemuan di Restoran Lazaretta, Abdul Satar meminta Raden Nuh terlibat langsung pada pengelolaan Asatunews paska pemecatan Koes Hardjono selaku direktur utama. Pada pertemuan itu, Abdul Satar juga meminta Raden Nuh untuk tidak lagi membongkar korupsi Telkom, terutama korupsi yang terkait transaksi akusisi saham TBIG.

Raden menyanggupi untuk kembali aktif mengurus Asatunews, namun permintaan Abdul Satar agar membantu mengamankan korupsi TBIG - TELKOM, Raden secara tegas mengatakan tidak bersedia,  kecuali Abdul Satar dan Trenggono dapat membuktikan transaksi akusisi senilai 11 triliun rupiah itu bukan merupakan tindak pidana korupsi.

Abdul Satar berjanji akan memberikan bukti-bukti pendukung yang diminta Raden. Nuh. Usai pertemuan, Abdul Satar memberikan uang dalam bungkusan plastik kepada Raden Nuh sebesar Rp 50 juta, yang dikatakannya untuk membayar utang Asatunews kepada Yulianis (manager keuangan) dan menutupi sebagian defisit operasional Asatunews.

Pada tanggal 23 Oktober 2014 saat sedang berada di Medan, Raden mendapat telpon dari Koes Hardjono yang menyampaikan pesan bernada ancaman terhadap Raden Nuh, jika masih terus membongkar korupsi Telkom.

"Sampaikan ke Bang Raden. Masih mau jadi saudara atau tidak. Jika masih terus bongkar korupsi Telkom, saya tahu cara menghabisinya. Uang saya lebih banyak, teman saya lebih banyak. Banyak jenderal yang sudah saya jadikan. Kapolda Sumut dan Kapolda Jateng saja saya yang menjadikannya," demikian ancaman Abdul Satar kepada Raden Nuh melalui Koes Hardjono (23/10/2014).

Abdul Satar juga menyampaikan ancaman yang sama, akan menghabisi Raden yang disampaikan melalui Ibnu Misbakhul Hayat, Ketua IMM Jakarta yang dikenal dekat dengan Raden Nuh.

Ternyata ancaman Abdul Satar itu tidak omong kosong. Abdul Satar dan Wahyu Sakti Trenggono dengan kekuatan uang dan politik,  mereka berhasil merekayasa kasus hukum dengan memanfaatkan sakit hati atau dendam Koes Hardjono yang sudah dipecat per 1 September 2014.

Sesuai skenario  yang disusun, Abdul Satar 'melaporkan' Koes Hardjono dkk ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan Koes Hardjono telah pengancaman dan pemerasan terhadap Abdul Satar. Laporan pengaduan itu dibuat pada tanggal 29 Oktober 2014. Setelah menerima laporan, pada hari itu juga Koes Hardjono ditangkap dan ditahan Polda Metro Jaya.

Penangkapan dan penahanan Koes Hardjono ini diduga merupakan bagian dari skenario rekayasa hukum yang sudah disepakati sebelumnya.


Raden Nuh Dijerat Pidana Pengancaman dan Pemerasan

Setelah Koes Hardjono ditangkap, ia memberikan keterangan palsu di hadapan penyidik Polda Metro Jaya.  Berdasarkan pengakuan dan keterangan (palsu) Koes Hardjono di depan penyidik, Raden Nuh langsung ditangkap petugas Polda Metro Jaya pada tanggal 1 Nopember 2014 dan seketika ditetapkan sebagai tersangka. Raden ditangkap petugas Polda Metro Jaya tanpa pernah dipanggil dan diperiksa sebelumnya sesuai ketentuan KUHAP (Undang-Undang No. 8 Tahun 1981) dan Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2008.

Raden Nuh langsung ditahan hingga sekarang.  Raden jerat pasal 369 KUHP (pengancaman dan pemerasan) dan UU Pencucian Uang.

Penetapan Raden Nuh sebagai tersangka hanya berdasarkan pengakuan atau keterangan palsu Koes Hardjono dan Abdul Satar di depan penyidik, nyata-nyata telah melanggar hukum dan hak azasi manusia.

Berdasarkan keterangan Raden Nuh, ketika ia ditahan di Blok A Tahti Polda Metro Jaya, ia sempat bertemu Koes Hardjono. Di tahanan Polda Metro Jaya itulah Koes Hardjono mengakui semua perbuatannya yang telah memfitnah dan memberi keterangan palsu guna menjerat Raden Nuh sebagai tersangka.

Pengakuan dan keterangan palsu Koes Hardjono itu dilakukannya atas arahan atau perintah Abdul Satar dan Trenggono dengan imbalan uang 1 miliar rupiah, serta janji Abdul Satar dan Trenggono akan membantu istri dan adiknya menjadi karyawan PT Telkom atau Telkom Grup jika ia berhasil  menjalankan perintah Abdul Satar - Trenggono, yaitu membungkam Raden Nuh dengan cara menjadiannya sebagai tersangka.

Pengakuan Koes Hardjono itu dituangkannya dalam surat pernyataan tertanggal 8 Nopember 2014.



Laporan Palsu Kedua

Surat Pernyataan pengakuan Koes Hardjono itu sontak menimbulkan kepanikan Abdul Satar dan Trenggono. Mereka tidak menyangka sama sekali Koes Hardjono buka mulut terkait rekayasa hukum yang sedang mereka jeratkan kepada Raden Nuh.

Untuk mencegah Koes Hardjono kembali 'bernyanyi', secara mendadak Koes dipindahkan sel tahanannya dari Blok A  Kriminal Umum ke Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Sementara itu, Raden Nuh mendadak dijebloskan ke sel isolasi atau sel tikus tanpa diketahui alasannya. Raden menjalanai penahanan di sel tikus (sel isolasi) selama 14 hari.

Sejak Raden Nuh ditahan dan dijebloskan di sel tikus /sel isolasi, Trenggono - Abdul Satar dan Oknum - oknum Telkom mati-matian merekayasa opini negatif terhadap Raden Nuh. Mereka melakukan pembunuhan karakter Raden. Media-media nasional dibayar mahal agar memuat berita tak benar, menciptakan opini sesat seolah-olah Raden atau admin akun twitter Triomacan adalah pemeras. Mereka juga merekayasa berita palsu dengan menyebarkan berita bahwa Raden Nuh telah menganiaya Koes Hardjono di ruang tahanan, Raden Nuh berkelahi dengan Edi Syahputra dan lain-lain.

Semua berita media itu tidak benar dan hanya fitnah belaka ciptaan Abdul Satar,  Wahyu Sakti Trenggono dan pejabat-pejabat korup PT Telkom Indonesia Tbk.

Tidak cukup sampai di situ, Raden Nuh kembali dilaporkan ke Polda dengan tuduhan penganiayaan terhadap Koes Hardjono. Para tahanan dibujuk dan dibayar agar bersedia memberi keterangan palsu guna mendukung laporan penganiayaan tersebut.

Rekayasa opini ala mafia koruptor Abdul Satar - Wahyu Sakti Trenggono dan pejabat-pejabat korup PT Telkom Indonesia juga dilakukan dengan cara membayar media-media nasional agar tidak memuat informasi dari kuasa hukum dan keluarga Raden Nuh. Konperensi pers kuasa hukum Raden Nuh di TIM Jakarta Pusat yang dihadiri 43 media, termasuk 7 TV nasional tidak satu pun memuat hasil konpres itu.

Pertanyaan besarnya berapa puluh miliar rupiah dihamburkan para mafia hukum dan koruptor Telkom untuk mengendalikan media dan opini publik terkait kasus Raden Nuh?


Informasi Korupsi TBIG - Telkom Semakin Meluas

Perjuangan Raden Nuh akan sia-sia belaka jika korupsi TBIG - Telkom yang merugikan negata sedikitnya Rp 28 triliun tidak diusut oleh KPK, Kejaksaan atau Polri. Raden Nuh sudah mengkirim surat pengaduan resmi sejak 4 bulan lalu terkait korupsi terbesar di BUMN ini.

Raden Nuh melalui twit-twit admin akun @MacanReturn dan @TheRoninWar
memohon dan mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bergerak mendesak KPK segera mengusut korupsi TELKOM-TBIG Rp 28 triliun tersebut agar perjuangan mereka tidak percuma.

Menurut Raden Nuh, Korupsi TBIG - TELKOM tidak semata-mata merugikan negara sedikitnya Rp 28 triliun, tetapi juga sangat membahayakan ketahanan nasional sektor telekomunikasi, persis seperti kasus penjualan PT Indosat pada tahun 2002 lalu.


Gerakan Aktivis Anti Korupsi Terancam Bahaya

Kasus hukum yang menjerat Raden Nuh dan Edi Syahputra adalah bukti nyata bahwa setiap upaya membongkar korupsi pasti mendapat hambatan dan tantangan hebat dari para koruptor. Para pelaku korupsi memiliki uang berlimpah, mempunyai teman dan pelindung di jajaran puncak pemerintahan dan aparat hukum. Setiap upaya pemberantasan korupsi pasti membahayakan para aktifis anti korupsi. Sudah saatnya, rakyat Indonesia bersatu padu menunjukan tekad yang kuat membantu para aktifis anti korupsi dengan segala cara dan sesuai kemampuan masing-masing.

Sudah saatnya, setiap upaya kriminalisasi dan rekayasa hukum yang dilancarkan para mafia hukum koruptor, harus dibentengi dengan perlindungan maksimal dari negara dan pemerintah. Peran LPSK harus dimaksimalkan dalam rangka memberi kepastian perlindungan hukum bagi setiap warga negara yang peduli dan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi.

Cukup sudah Raden Nuh dan Edi Syahputra menjadi korban kriminalisasi para koruptor dan mafia hukum. Jadikan Raden Nuh dan Edi Syahputra sebagai korban terakhir kriminalisasi koruptor dan mafia hukum Indonesia. (Jst/Ku)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Jumlah Pembaca

 
Support : Copyright © 2011. Realitas News - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Realititas News