Headlines News :
Home » » Agus Marto Dipuji, Sri Mulyani Dikecam

Agus Marto Dipuji, Sri Mulyani Dikecam

Written By Unknown on Senin, 13 Oktober 2014 | 15.01

RNews   -   Lewat akun Twitter-nya pada Senin ini (13/10) mantan Menteri Koordinator Perekonomian dan mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli memuji Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, yang juga mantan Menteri Keuangan, menggantikan Sri Mulyani. Menurut Rizal, Agus Marto hebat, karena berhasil menurunkan bunga obligasi Republik Indonesia lebih murah dari Filipina, Malayisa, dan Thailand.

Ini berbeda ketika Menteri Keuangan dipegang Sri Mulyani. Menurut data Asian Development Bank, Indonesia punya yield (imbal hasil) sebesar 5,26% per tahun, sementara Thailand 3,61%, Cina 3,58%, Filipina 3,52%, dan Malaysia 3,48%. Jadi, yield yang dibayar Indonesia (5,26%) jauh lebih tinggi, bahkan dari Filipina (3,52%). Padahal, menurut lembaga-lembaga rating internasional,  baik S&P,Fitch, maupun Moody's, rating Indonesia di atas atau lebih baik dari rating Filipina. Seharusnya negara yang ratingnya lebih tinggi dapat mengeluarkan obligasi yang yield-nya lebih rendah.

Lembaga rating adalah lembaga yang menilai kesehatan keuangan dari suatu negara atau perusahaan. Semakin tinggi rating suatu negara atau perusahaan, yang artinya makin sehat keuangannya, jika negara atau perusahaan tersebut menerbitkan obligasi ( surat utang ), akan semakin murah yield yang dibayarkannya atau semakin murah biayanya.
Karena itu, menurut pengamat ekonomi Abdulrachim K dalam sebuah tulisan di media beberapa waktu lalu, menjadi janggal bila yield obligasi Indonesia jauh di atas Filipina,apalagi dengan selisih sampai 1,74%. “Kelihatannya seperti kecil. Tapi, harus diingat, tenor obligasinya panjang, bisa sampai 20-30 tahun dan nilai totalnya Rp 812 triliun. Dengan demikian, bila diasumsikan tenornya 20 tahun dengan selisih yield 1,74 persen, akan menyebabkan Indonesia membayar 34,8 persen atau Rp 282,57 triliun lebih besar daripada seharusnya bilamana yield-nya sama dengan Filipina yang 3,52 persenArtinya  telah terjadi pemborosan luar biasa dalam pembayaran yield Indonesia,” kata mantan aktivis yang alumni Institut Teknologi Bandung itu.

Kenapa di zaman Sri Mulyai bisa seperti itu? Menurut Abdulrachim K, itu dilakukan Sri Mulyani untuk melindungi kepentingan dan menguntungkan pihak asing, padahal sangat merugikan bangsa Indonesia.
 “Tentu ini menimbulkan pertanyaan, ada apa di balik kebijakan keuangan yang ganjil iitu? Apakah ada transaksi-transaksi gelap di baliknya? Apabila hal ini terjadi di negara maju, tentu akan menimbulkan heboh luar biasa, yang bisa menimbulkan pembentukan panitia khusus di parlemen karena merupakan skandal kebijakan keuangan. Tapi, di Indonesia, yang diberitakan malah obligasi Indonesia oversubscribed (kelebihan minat beli) dan diopinikan di media masa bahwa dunia internasional percaya Indonesia.Ya, tentu saja! Karena, obligasinya sangat menguntungkan asing,” ungkap Abdulrachim.

Karena itu, tambah Abdulrachim, mudah dimengerti bila Sri Mulyani mendapat penghargaan Finance Minister of the Year dari majalah Euromoney 2006. “Karena Sri Mulyani telah memanjakan kepentingan asing dan mengorbankan kepentingan Indonesia sendiri,” ujarnya.

Menurut Abdulrachim, sebetulnya justru Menteri Keuangan Filipina yang layak untuk diberikan gelar The Best Finance Minister karena telah mampu menjual obligasi dengan yield yang murah karena bisa menyamai yield negara Thailand, Malaysia, dan Cina, yang ratingnya di atas Filipina

“Sungguh suatu ironi karena pemborosan Rp 282,57 triliun dalam 20 tahun atau Rp 14,13 triliun per tahun adalah nilai yang besar. Itu setara dengan setiap tahun membangun tiga jembatan setara Suramadu, jauh lebih besar dari biaya membangun double track Kereta Api Jakarta-Surabaya yang ‘hanya’ Rp 10 triliun, hampir sama dengan anggaran belanja Kementerian Pertanian yang Rp 17,8 triliun,” papar Abdulrachim. 

Ia menilai, Indonesia sulit maju dan selalu ketinggalan dengan negara-negara tetangga Singapura, Malaysia, Korea, Cina, dan Taiwan yang pada tahun 1960-an masih sama-sama miskin. “Karena, elite-elite pemerintahannya, Menteri Keuangannya yang berwewenang mengatur keuangan negara, masih lebih mengabdi kepada kepentingan asing daripada kepada Ibu Pertiwi,” tutur Abdulrachim.
(Fahmi 99)

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Jumlah Pembaca

 
Support : Copyright © 2011. Realitas News - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Realititas News