RNews - Politik adalah seni dan yang masuk kategori seni adalah sesuatu yang menyimpan kerumitan yang memukau. Tapi, tampaknya, apa yang dilakukan anggota DPR yang tergabung dalam koalisi bersama PDIP sukar dikatakan sebagai politik dalam kategori seni. Bayangkan saja,
“kalah langkah” dari Koalisi Merah Putih dalam pemilihan jajaran kepemimpinan DPR, kepemimpinan komisi dan Alat Kelengkapan Dewan, mereka malah membuat manuver tanpa landasan konstitusi: menggertak untuk membentuk parlemen sendiri atau tandingan.
"Untuk menghindari parlemen yang tidak sehat, kami menunjuk pimpinan DPR sementara serta akan membentuk pimpinan komisi serta alat kelengkapan dewan lainnya sendiri," ujar juru bicara mereka, Arif Wibowo, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/10).
Arif mengatakan, koalisinya juga akan menyusun pimpinan komisi-komisi serta alat kelengkapan dewan guna menyelaraskan kebijakan Presiden dan Wakil Presiden Jokow i-JK.
Sehubungan dengan itu, mereka juga akan mengajukan peraturan pengganti undang-undang (perppu) ke presiden mengenai masalah tersebut serta akan mengkaji ulang Undang-Undang MD3. "Segera diajukan perppu ke presiden dan mengkaji Undang-Undang MD3 karena dinilai hanya menguntungkan kelompok tertentu," tuturnya.
Padahal, sebelumnya, mereka sudah melakukan upaya judicial review Undang-Undang MD3 ke Mahkamah Konstitusi, namun ditolak majelis hakim konstitusi.
Politisi Partai Golkar, Tantowi Yahya, menyatakan pembentukan parlemen tandingan adalah kesalahan instusional. "Kalau seperti itu adanya biarkan masyarakat yang menilai, kami tetap menjalankan pekerjaan sebagai anggota perwakilan rakyat," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR itu.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid mempertanyakan parameter mosi tidak percaya yang dilakukan Fraksi PDIP dan koalisinya kepada jajaran kepemimpinan DPR. "Percaya atau tidak percaya, itu ada ukurannya. Kita bukan di rimba," ujar Hidayat di Gedung DPR, Rabu.
Hidayat juga mengaku heran dengan desakan Fraksi PDIP dan koalisinya kepada presiden untuk mengeluarkan perppu. Sebab, menurut dia, Undang-Undang MD3 sudah diuji materi oleh PDIP ke Mahkamah Konstitusi. Dan hasilnya, MK tidak mengabulkan gugatan PDIP. "Artinya keputusan itu mengikat," katanya.
Lagi pula, katanya, Jokow i tidak bisa sembarangan mengeluarkan perppu. Sebab perppu hanya bisa dikeluarkan jika terjadi kegentingan hukum yang bersifat mendesak. "Ya, kalau apa-apa pakai perppu, kita mau jadi negara apa? Hukum apa otoriter?" tuturnya.
Menurut dia, pemilihan jajaran kepemimpinan komisi semestinya sudah dilakukan sejak sidang paripurna pertama pengajuan pemimpin komisi dan alat kelengkapan dewan dilakukan. Namun hal tersebut urung dilakukan lantaran lima fraksi yang tergabung dalam koalisi di bawah PDIP belum mau menyerahkan nama anggota komisi dan alat kelengkapan dewan.
Saat itu, kata Hidayat, mereka berdalih akan menyerahkan nama pemimpin komisi dan AKD begitu pelantikan kabinet dilakukan. "Kabinet Jokowi sudah disampaikan, tapi enggak juga mengajukan. Kurangnya apa coba?" ujar Hidayat.
Akhirnya, kata Hidayat, pemilihan jajaran kepemimpinan komisi dan AKD tetap dilakukan agar DPR bisa langsung bekerja. Yang terpenting, imbuhnya, pemilihan sudah dilakukan sesuai tata tertib. "Kalau ikuti tata tertib, skorsing itu hanya berlaku dua kali. Satu kali 24 jam. Ini sampai yang keempat. Kurang leluasa apa," ungkap Hidayat.
Sebelumnya, hasil pemilihan pimpinan komisi mulai Komisi I, Komisi II, Komisi III, Komisi IV, Komisi VI, Komisi VIII, Komisi IX, dan Komisi X didominasi orang-orang Koalisi Merah Putih. Sementara itu, sampai berita ini diturunkan, pemimpin tiga komisi lain, yakni Komisi V, Komisi VII, dan Komisi XI, belum ditentukan.
Kalau dilihat lagi, lucu juga sebenarnya. Bagaimana bisa legislator yang wakil rakyat nan terhormat tak paham aturan dan membuat parlemen tandingan padahal tak ada payung hukumnya? (fahmi)
Betul sekali pak Hidayat, sangat lucu tp tdk membuat tertawa. Saya sedih mereka2 yg sedikit2 bilang mewakili rakyat. Omongan mereka selalu merasa benar dan selalu merasa mewakili rakyat. Lntas anggota DPR yg lain itu apa tdk mewakili rakyat ? Itung2 an suaranya kan ada.
BalasHapuskenapa tidak melapor mereka yang seharusnya sudah dikatagorikan makar,,,
BalasHapus