RNews - Istilah "blusukan" jadi terkenal setelah Joko Widodo atau Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta mulai 2012.
Kala itu, Jokowi kerap turun ke lapangan dengan pengawalan biasa saja. Publik terbuai oleh gaya 'ndeso' mantan Wali Kota Solo itu.
Belakangan ini, blusukan Jokowi jarang terdengar. Publik pun bertanya-tanya, apakah karena Si Kerempeng itu sibuk sebagai capres PDI Perjuangan.
Wajar jika pertanyaan itu muncul karena kinerja pemerintah provinsi tidak memuaskan sebagian pihak. Selain itu, ada beberapa persoalan penting belum ditangani.
Jokowi akhirnya menjadi sasaran tembak. Beberapa hal bisa dijadikan 'peluru' untuk menjatuhkannya menjelang pilpres. Mau tahu apa saja?
Posisi Sekda Kosong
Posisi sekretaris daerah (sekda) DKI kosong semenjak April 2013. Sekda sempat dijabat Fajar Panjaitan yang mengundurkan diri karena ingin menjadi caleg DPR.
Posisi sekda jangan dianggap remeh. Boleh dibilang sekda merupakan orang nomor tiga setelah gubernur dan wakil gubernur.
Sekda bertugas membantu gubernur dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi, dan tata laksana serta memberikan pelayanan administrasi.
Alasan Jokowi belum menunjuk sekda karena takut salah pilih. Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah (Sekda) DKI masih dipegang Wiriyatmoko.
"Baru. Kita masih dalam proses mencari agar tepat. Udah (ada calon)," ujarnya.
Warga Miskin Bertambah
Jumlah penduduk miskin bertambah. Hal itu diketahui setelah Jokowi membacakan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah kepada DPRD DKI dalam rapat paripurna, Senin (21/4/2014).
Jumlah penduduk miskin per-September 2013 tercatat 375.700 jiwa (3,72 persen) atau meningkat 0,02 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, yakni 366.770 jiwa (3,70 persen).
Soal peningkatan warga miskin, Jokowi melempar kesalahan ke pemerintah pusat. Ada dua penyebab, pertama, laju inflasi selama 2013 mencapai 8,00 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai 4,52 persen.
Inflasi disebabkan kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan harga bahan bakar minyak pada 2013.
Penyebab kedua adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan indikator garis kemiskinan di Jakarta dari pendapatan Rp 392.571 perkapita perbulan pada 2012 menjadi Rp 434.322 per kapita perbulan pada 2013.
Perda RDTR dan RTRW
Sampai saat ini, Pemprov DKI pun belum memiliki payung hukum rencana detail tata ruang (RDTR) dan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Muhamad Sanusi menegaskan, Peraturan Daerah (Perda) RDTR dan RTRW dibuat sebagai patokan atau payung hukum pelaksanaan pembangunan di Jakarta.
"Kalau Perda RDTR dan RTRW belum dibuat, gimana mau bangun Jakarta," kata Sanusi pada INILAHCOM, Kamis (24/4/2014).
Dia menegaskan, majunya Jokowi sebagai capres dalam Pilpres 2014 jangan sampai mengorbankan kepentingan Jakarta. "Silakan anda mau maju (pilpres), gak ada yang ngelarang kok. Tapi jangan korbankan Jakarta," ujarnya.
Belum dibuatnya Perda RTRW 2010-2030 oleh Pemprov DKI juga disoroti oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta.
"Sebelum RTRW disahkan, maka pembangunan di DKI Jakarta tak punya payung hukum," kata Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Ubaidilah.
Dalam beberapa kebijakan Pemprov DKI Jakarta justru berpotensi memicu konflik seperti pembangunan jalan layang non-tol, busway koridor XI (Kampung MelayuPulogebang), flyover, jembatan, dan proyek lainnya.
"Akibat pembangunan tersebut, banyak pohon yang ditebang padahal belum ada payung hukumnya," ucapnya.
Belum adanya Perda RDTR/RTRW, Pemprov DKI hanya mengandalkan surat Kemendagri sebagai payung hukum bagi Pemprov DKI untuk memberikan pelayanan penerbitan perizinan pemanfaatan ruang.
Penyerapan Anggaran Tak Sesuai Target
Penyerapan anggaran di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak mencapai target 97%. Artinya selama ini setiap SKPD belum bekerja maksimal.
Hanya ada lima dinas dengan penyerapan anggaran tertinggi, yakni Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta 94,7 persen, Dinas Sosial DKI 93,8 persen, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI 93,4 persen,
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI 93,04 persen, dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI 90,62 persen.
Untuk diketahui, silpa (sisa lebih penggunaan anggaran) APBD DKI 2013 Rp 7,2 triliun, sementara pada APBD DKI 2012 Silpa APBD DKI mencapai Rp 9,4 triliun.
Pertengahan 2013 lalu, Jokowi juga pernah geram kepada SKPD yang tidak dapat menyerap anggaran dengan maksimal.
Banjir Dan Macet Dimana mana
Joko Widodo Alias (Jokowi) hanya memberikan janji bukan bukti kepada masyarakat DKI Jakarta,
Jokowi hanya bisa boneka Cina ,Jokowi itu kaga bisa apa - apa ,
Tampang nya saja polos tapi hati busuk dan di balik topeng nya Jokowi ada Megawati dan para PKI Cina
(Fahmi 99)
keren kan
BalasHapus