RNews - Dugaan tindak pidana korupsi pada Pengadaan Gerbong Kereta Api (KA) bekas dari Jepang, dengan modus penggelembungan harga dan biaya pengiriman / trasportasi gerbong KA baik dari depo Gerbong Kereta api di seluruh Kota di Jepang, negara asal pengiriman, maupun pengiriman dari Jepang ke pelabuhan Tanjung Priuk Jakarta.
Dirjen KA Dephub Suminto sudah divonis bersalah dan dijebloskan ke penjara, tetapi mantan menteri perhubungan Hatta Rajasa, adiknya Hafis Tohir dan pelaku korupsi lain yang terlibat merugikan negara sama sekali tidak pernah disidik dan dilimpahkan perkaranya ke pengadilan TIPIKOR oleh KPK, Kejaksaan atau Polri.
Dugaan telah terjadi korupsi itu berawal dari proyek pengadaan kereta rel listrik (KRL) dari Jepang dengan mekanisme hibah untuk memenuhi kebutuhan gerbong KA di Indonesia.
Sejak 1998-1999 di Jepang banyak KRL sudah tidak beroperasi karena diberlakukannya undang-undang lingkungan hidup yang melarang penggunaan refrigent freon pada AC di moda transportasi umum, termasuk KRL. Akibatnya, perusahaan pengelola KRL menghentikan operasional KRL yang terkena UULH itu. Gerbong KRL yang tidak terpakai itu di negara matahari terbit itu menjadi objek komoditi yang dapat diekspor ke negara lain atau dihibahkan kepada negara yang membutuhkannya.
Peluang tersebut dimanfaatkan Pemerintah Jepang dan Indonesia. Posisi RI lebih menguntungkan karena Indonesia merupakan satu-satunya negara yang sistem transportasi KRL-nya sama dengan Jepang. Sedikitnya, pemerintah RI 3 (tiga) kali melakukan transaksi pengadaan KRL itu.
Pada 2004, melalui PT Kereta Api (PT KA) pemerintah Indonesia membeli 16 unit Gerbong KRL dari Itocu Corporation Japan (ICJ) dengan harga 8 juta yen per unit untuk KRL Seri 103.
Biaya tersebut sudah termasuk biaya angkut dan asuransi. Transaksi jual beli Gerbong KRL tertuang dalam kontrak nomor HK 213/VIII/3/KA.2004.
Pada 2005, Indonesia melalui PT KA kembali membeli 16 unit Gerbong KRL Seri 8000 dari Tokyu Corporation Jepang dengan kontrak Nomor : 72/HK/TEK/2005 dengan harga yang sama yaitu 8 juta yen per unit, termasuk biaya angkut dan asuransi.
Dua transaksi tersebut di atas dilakukan PT KA menggunakan metode pembelian dengan model kerja sama corporate to corporate atau Business to Business (B to B) tanpa melibatkan peran pemerintah atau negara sama sekali dalam transaksi jual belinya.
Namun, tanpa diketahui sebab musababnya pada 30 November 2006 ternyata telah ditandatangani kontrak Nomor : 11/KONTR/PSP/XI/2006 antara Satuan Kerja (Satker) Pengembangan Sarana Perkeretaapian Dephub RI dengan Sumitomo Corporation Jepang dalam rangka pengangkutan 60 unit Gerbong KRL hibah eks Jepang, termasuk pengadaan jaminan asuransinya.
Berdasarkan kontrak tersebut pihak pertama (Dephub RI) akan menerima hibah dari pihak kedua (Sumitomo Corp) berupa 60 unit Gerbong KRL yang terdiri dari 30 unit Gerbong KRL tipe 5000 ex milik Tokyo Metro dan 30 unit Gerbong KRL bekas tipe 1000 dari Tokyo Rapid Railway.
Biaya pengiriman dan asuransi atas KRL barang hibah itu adalah 9,9 juta yen per unit. Biaya pengiriman dan premi asuransi yang ditimbulkan dari hibah itu lebih besar dari harga beli gerbong KRL yang pernah dilakukan oleh Pemerintah RI Cq PT Kereta Api. Sungguh aneh tapi nyata. Sangat brutal modus korupsinya. Kenapa bisa mekanisme Hibah malah lebih mahal dibandingkan harga pembelian biasa ?
Kesepakatan Hibah total 90 gerbong KRL eks Jepang itu telah merugikan negara sebesar 90 x 9.9 juta Yen = 891 juta Yen = Rp. 78 miliar




Pemilu ulang deh mendingan,,kl capres no 2 bermasalah korupsi di solo&jkt, skrg ada jg cawapres no 1 yg diduga terlibat korup,, jgn dilantik capres yg terlibat korupsi!! di adili dulu biar selesai mslhnya.. >>catatan penting: kalau kpk dan penegak hukum lainnya msh jujur&tdk bs disuap
BalasHapusmakin seru aja nih
BalasHapus