Dalam wawancara di tvOne
pada Selasa pagi ini (30/9), Guru Besar Tata Negara Universitas Islam
Indonesia-Yogya yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud
MD, menanggapi saran Yusril Ihza Mahendra kepada Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono terkait Rancangan Undang-Undang Pilkada. Mahfud menilai,
saran Yusril itu sebagai usul yang berbahaya, terutama bagi Jokowi.
Alasannya, kata Mahfud, jika Jokowi tidak mau menandatangani rancangan undang-undang itu dan undang-undang itu berlaku dengan sendirinya, itu akan menjadi preseden buruk bagi Jokowi. Di samping itu, jika Jokowi mengembalikan rancangan undang-undang itu ke DPR untuk dibahas lagi, seperti saran Yusril, dan ternyata ditolak DPR juga, itu akan berbuntut masalah, bisa menimbulkan gejolak politik.
"Kalau DPR memperkarakan ke MK, itu bisa menjadi alasan DPR untuk impeachment," ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud, ada enam alasan hukum seorang presiden atau wakil presiden bisa dimakzulkan (impeach), sebagaimana dimaksud Pasal 7A UUD 1945, yakni pengkhianatan kepada negara, penyuapan, korupsi, tindak pidana berat, perbuatan tercela, dan tidak memenuhi syarat. DPR, tambah Mahfud, bisa beralasan mengajukan impeachment karena menganggap Jokowi telah melakukan pengkhianatan kepada negara dengan melanggar konstitusi, yakni mengembalikan rancangan undang-undang yang telah disahkan DPR.
"Pengkhianatan kepada negara di seluruh dunia itu kalau presiden melanggar konstitusi," kata Mahfud.
Sungguhpun begitu, Mahfud menilai, usulan yang disampaikan Yusril secara trik hukum bisa saja dilakukan, namun tidak substantif. Bahkan, akan sangat berbahaya jika usulan itu diterima Jokowi. "Menerima saran itu membuat bom yang luar biasa," ujarnya.
Ia pun menyarankan kepada SBY dan Jokowi agar menghormati apa pun keputusan yang telah diputuskan DPR terkait RUU Pilkada dan membiarkan undang-undang itu berlaku, sambil menunggu kelompok masyarakat menggalang kekuatan untuk menggugat undang-undang tersebut ke MK. "Saya kira itu cara damai," tuturnya.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra lewat Twitter menginformasikan bahwa dirinya diminta saran oleh Presiden SBY terkait RUU Pilkada yang baru disahkan DPR menjadi undang-undang. Yusril menyarankan kepada SBY dan Jokowi agar tidak menandatangani dan rancangan undang-undang yang telah disahkan DPR itu.
"Saran saya, SBY tidak usah tandatangani dan undangkan RUU tersebut sampai jabatannya habis," kicau Yusril. Begitu pula dengan Jokowi, Yusril sarankan agar tidak menandatangai juga dan mengembalikan undang-undang itu ke DPR agar dibahas kembali.
- See more at: http://www.asatunews.com/pilkada/2014/09/30/mahfud-md-saran-yusril-itu-bom-luar-biasa#sthash.dDeggNYl.dpufDalam wawancara di tvOne pada Selasa pagi ini (30/9), Guru Besar Tata Negara Universitas Islam Indonesia-Yogya yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menanggapi saran Yusril Ihza Mahendra kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait Rancangan Undang-Undang Pilkada. Mahfud menilai, saran Yusril itu sebagai usul yang berbahaya, terutama bagi Jokowi.
Alasannya, kata Mahfud, jika Jokowi tidak mau menandatangani rancangan undang-undang itu dan undang-undang itu berlaku dengan sendirinya, itu akan menjadi preseden buruk bagi Jokowi. Di samping itu, jika Jokowi mengembalikan rancangan undang-undang itu ke DPR untuk dibahas lagi, seperti saran Yusril, dan ternyata ditolak DPR juga, itu akan berbuntut masalah, bisa menimbulkan gejolak politik.
"Kalau DPR memperkarakan ke MK, itu bisa menjadi alasan DPR untuk impeachment," ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud, ada enam alasan hukum seorang presiden atau wakil presiden bisa dimakzulkan (impeach), sebagaimana dimaksud Pasal 7A UUD 1945, yakni pengkhianatan kepada negara, penyuapan, korupsi, tindak pidana berat, perbuatan tercela, dan tidak memenuhi syarat. DPR, tambah Mahfud, bisa beralasan mengajukan impeachment karena menganggap Jokowi telah melakukan pengkhianatan kepada negara dengan melanggar konstitusi, yakni mengembalikan rancangan undang-undang yang telah disahkan DPR.
"Pengkhianatan kepada negara di seluruh dunia itu kalau presiden melanggar konstitusi," kata Mahfud.
Sungguhpun begitu, Mahfud menilai, usulan yang disampaikan Yusril secara trik hukum bisa saja dilakukan, namun tidak substantif. Bahkan, akan sangat berbahaya jika usulan itu diterima Jokowi. "Menerima saran itu membuat bom yang luar biasa," ujarnya.
Ia pun menyarankan kepada SBY dan Jokowi agar menghormati apa pun keputusan yang telah diputuskan DPR terkait RUU Pilkada dan membiarkan undang-undang itu berlaku, sambil menunggu kelompok masyarakat menggalang kekuatan untuk menggugat undang-undang tersebut ke MK. "Saya kira itu cara damai," tuturnya.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra lewat Twitter menginformasikan bahwa dirinya diminta saran oleh Presiden SBY terkait RUU Pilkada yang baru disahkan DPR menjadi undang-undang. Yusril menyarankan kepada SBY dan Jokowi agar tidak menandatangani dan rancangan undang-undang yang telah disahkan DPR itu.
"Saran saya, SBY tidak usah tandatangani dan undangkan RUU tersebut sampai jabatannya habis," kicau Yusril. Begitu pula dengan Jokowi, Yusril sarankan agar tidak menandatangai juga dan mengembalikan undang-undang itu ke DPR agar dibahas kembali.
- See more at: http://www.asatunews.com/pilkada/2014/09/30/mahfud-md-saran-yusril-itu-bom-luar-biasa#sthash.dDeggNYl.dpufDalam wawancara di tvOne pada Selasa pagi ini (30/9), Guru Besar Tata Negara Universitas Islam Indonesia-Yogya yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menanggapi saran Yusril Ihza Mahendra kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait Rancangan Undang-Undang Pilkada. Mahfud menilai, saran Yusril itu sebagai usul yang berbahaya, terutama bagi Jokowi.
RNews - Dalam wawancara di tvOne pada Selasa pagi ini (30/9), Guru Besar Tata Negara Universitas Islam Indonesia-Yogya yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD,
menanggapi saran Yusril Ihza Mahendra kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait Rancangan Undang-Undang Pilkada. Mahfud menilai, saran Yusril itu sebagai usul yang berbahaya, terutama bagi Jokowi.
menanggapi saran Yusril Ihza Mahendra kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait Rancangan Undang-Undang Pilkada. Mahfud menilai, saran Yusril itu sebagai usul yang berbahaya, terutama bagi Jokowi.
Alasannya, kata Mahfud, jika Jokowi tidak mau menandatangani rancangan undang-undang itu dan undang-undang itu berlaku dengan sendirinya, itu akan menjadi preseden buruk bagi Jokowi. Di samping itu, jika Jokowi mengembalikan rancangan undang-undang itu ke DPR untuk dibahas lagi, seperti saran Yusril, dan ternyata ditolak DPR juga, itu akan berbuntut masalah, bisa menimbulkan gejolak politik.
"Kalau DPR memperkarakan ke MK, itu bisa menjadi alasan DPR untuk impeachment," ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud, ada enam alasan hukum seorang presiden atau wakil presiden bisa dimakzulkan (impeach), sebagaimana dimaksud Pasal 7A UUD 1945, yakni pengkhianatan kepada negara, penyuapan, korupsi, tindak pidana berat, perbuatan tercela, dan tidak memenuhi syarat.
DPR, tambah Mahfud, bisa beralasan mengajukan impeachment karena menganggap Jokowi telah melakukan pengkhianatan kepada negara dengan melanggar konstitusi, yakni mengembalikan rancangan undang-undang yang telah disahkan DPR.
"Pengkhianatan kepada negara di seluruh dunia itu kalau presiden melanggar konstitusi," kata Mahfud.
Sungguhpun begitu, Mahfud menilai, usulan yang disampaikan Yusril secara trik hukum bisa saja dilakukan, namun tidak substantif. Bahkan, akan sangat berbahaya jika usulan itu diterima Jokowi. "Menerima saran itu membuat bom yang luar biasa," ujarnya.
Ia pun menyarankan kepada SBY dan Jokowi agar menghormati apa pun keputusan yang telah diputuskan DPR terkait RUU Pilkada dan membiarkan undang-undang itu berlaku, sambil menunggu kelompok masyarakat menggalang kekuatan untuk menggugat undang-undang tersebut ke MK. "Saya kira itu cara damai," tuturnya.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra lewat Twitter menginformasikan bahwa dirinya diminta saran oleh Presiden SBY terkait RUU Pilkada yang baru disahkan DPR menjadi undang-undang. Yusril menyarankan kepada SBY dan Jokowi agar tidak menandatangani dan rancangan undang-undang yang telah disahkan DPR itu.
"Saran saya, SBY tidak usah tandatangani dan undangkan RUU tersebut sampai jabatannya habis," kicau Yusril. Begitu pula dengan Jokowi, Yusril sarankan agar tidak menandatangai juga dan mengembalikan undang-undang itu ke DPR agar dibahas kembali.
Sumber Asatunews
(*Fahmi 99)




0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !