Headlines News :
Home » , » Jatuhnya Seorang Prabowo (1)

Jatuhnya Seorang Prabowo (1)

Written By Unknown on Rabu, 20 Agustus 2014 | 09.29

RealitasNews Hampir  30 tahun yang lampau,  ketika masih seorang taruna. Prabowo menulis  kepada  seorang  sahabat akrabnya  tentang  perjuangan meraih kekuasaan.  “Sebab  dengan memperoleh  kekuasaan,”  tulisnya menjelaskan, “kita dapat berbuat baik.” Bahwa Prabowo itu ambisius, itu bukan rahasia lagi. Sebagian besar orang Indonesia percaya bahwa nafsu meraih kekuasaan inilah yang  mendorongnya  masuk  militer,  menikah  dengan  putri  presiden dan kemudian di bulan Mei 1998 merakit suatu komplotan untuk melawan musuh-musuhnya.

Akan  tetapi,  mengapa  Prabowo  menginginkan  kekuasaan?  Boleh  jadi 
jawabannya adalah ungkapan kisahnya yang paling mengherankan. Mungkin 
ia  adalah  seorang  pengatur  siasat  yang  tidak  sehebat  seseorang  yang 
menjawab pertanyaan yang diajukan semua idealis muda kepada diri sendiri: 
Apakah  kita  bekerja  di  dalam atau  di  luar  sistem yang  kita  ingin  ubah? 
Prabowo menentukan pilihannya dan berpegang pada keputusan itu. Hidupnya 
sejak itu adalah konsekuensi dari keputusan tersebut.

Kenangan diri  Prabowo adalah ketika kakeknya membawanya ziarah ke 
makam dua orang pamannya yang gugur dalam perjuangan melawan kolonial. 
Ia diberi  nama pamannya yang lebih tua:  Subianto.  “Kakek menanamkan ke 
dalam diri saya nilai-nilai ksatria prajurit dan patriotisme,” katanya.
Prabowo  melihat  nilai-nilai  ini  diuji  ketika  ayahnya  seorang  ekonom 
terhormat terpaksa keluar dari Indonesia gara-gara ulah pemerintah presiden 
Indonesia  pertama,  Soekarno.  Sumitro  Djojohadikusumo  melarikan  diri  dari 
Indonesia pada tahun 1958,  yang menjadi  masa pengasingannya selama 10 
tahun. Keluarga itu terus menerus berpindah-pindah yang akhirnya berakhir di 
Eropa.  Di  sanalah nasionalisme Prabowo tumbuh,  sebagaimana halnya juga 
kekagumannya pada ide-ide Barat.

Pada  tahun  1965,  Indonesia  melihat  naiknya  seorang  jenderal  muda 
bernama Soeharto menyusul kudeta komunis yang gagal, Prabowo pada waktu 
itu sudah diterima di  sebuah perguruan tinggi  Amerika,  ketika ia memohon 
kepada  ayahnya  agar  dibolehkan  kembali  ke Indonesia.  “Banyak  peristiwa 
sedang terjadi.”
Prabowo pulang ke tanah airnya tahun 1968 dan langsung menceburkan 
diri ke dalam situasi  yang sedang bergejolak. Ketika Soeharto menggantikan 
Soekarno, mulailah terjadi perdebatan di kalangan mahasiswa: Apakah mereka 
bekerja sama dengan rezim militer yang sedang muncul ataukah tetap di luar 
sambil  berusaha  mengawasinya?  Banyak  di  antara  tokoh-tokoh  politik  dan 
bisnis yang menjadi  makmur  selama pemerintahan Soeharto,  memilih kerja 
sama. Sebagian besar teman-teman memilih tinggal di luar.

Tetapi  keterpesonaan  Prabowo  pada  militer  yang  ditanamkan  oleh 
kakeknya  sangat  mendalam dalam dirinya.  “Saya  katakan  kepada  teman-
teman  saya  sedang  memikirkan  masuk  jadi  militer,”  kata  Prabowo 
mengenang.  “Mereka menengok  kepada saya:  Anda serius?  Saya  jelaskan: 
Militer itu sangat penting. Seharusnya beberapa di antara kita harus berada di 
dalam militer.  Saudara-saudara jadilah teknokrat.  Pada suatu hari  kita akan 
berjumpa  dan  ambil  bagian  dalam memodernkan  negeri  kita.”  Beberapa 
teman bersikap mendukung,  lainnya tidak. 

 “Salah seorang di  antara mereka 
berkata: Prabowo nanti Anda akan diindoktrinasi. Anda akan menjadi seorang 
fasis.  Kata saya:  Tidak,  kita harus  melakukan modernisasi  dari  dalam.  Kita 
harus melaksanakan reformasi dari dalam.”
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Jumlah Pembaca

 
Support : Copyright © 2011. Realitas News - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Realititas News