RealitasNews - Kebijakan Presiden Megawati Soekarnoputri menyetujui pelepasan Bank BCA sebesar 51% kepada Farralon Investment dan Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di Mauritius pada 2002, kini dan entah sampai kapan, terbukti menjadi beban rakyat Indonesia. Semula direncanakan utang BLBI Rp600 triliun (pokok dan bunga) termasuk di dalamnya akibat BLBI Bank BCA, akan mampu dilunaskan pemerintah pada tahun 2032 yang akan datang. Namun, jadwal itu mundur lagi karena pemerintah tidak mampu menanggung beban APBN yang begitu berat.
PASALNYA, pada tubuh Bank BCA yang kini mayoritasnya sudah berpindah ke Grup Djarum Kudus milik keluarga Hartono (donatur utama capres Jokowi) itu ada obligasi rekap (obligasi pemerintah) senilai Rp60 triliun. Jika bunga obligasi ditubuh bank itu 10%, maka bank yang asalnya miliki Salim Group itu menerima uang rakyat dari APBN sebesar Rp6 triliun per tahun, atau Rp60 triliun dalam 10 tahun terakhir.
Pantaskah Bank BCA yang pada 2013 mencatat laba bersih Rp14,3 triliun itu pada tubuhnya (BCA) masih dikucuri dana APBN sebagai bunga obligasi rekap yang nota-bene berasal dari uang pajak rakyat sebesar Rp6 triliun per tahun atau Rp60 triliun dalam 10 tahun terakhir?
Jika suku bunga obligasi rekap nilainya kurang dari 10%, nilainya tinggal dikurangi saja. Tapi esensinya sama, yakni uang rakyat di APBN mengucur ke bank yang kini dimiliki oleh Boss Djarum, orang paling kaya Indonesia versi Majalah Forbes.
Bank BCA hanya salah satu contoh saja. Total dana obligasi rekap yang disetujui oleh Presiden Megawati terhadap sejumlah bank rekap bermasalah saat itu sekitar Rp600 triliun, atau berbunga Rp60 triliun per tahun dari APBN. Kebijakan ini tak tergoyahkan karena dikukuhkan dengan UU No. 25 TH 2000 tentang Propenas dan TAP MPR No. VIII/MPR/2000. Total bunga obligasi rekap yang harus dibayarkan APBN setiap tahunnya mencapai Rp60 triliun.




0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !