Headlines News :
Home » » SBY Hanya Membuat Kegaduhan Baru

SBY Hanya Membuat Kegaduhan Baru

Written By Unknown on Jumat, 03 Oktober 2014 | 11.33

RNews   -  Setelah melakukan beberapa kali rapat dan pertemuan sepulangnya dari kunjungan kerja ke sejumlah negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menggelar rapat terbatas di Istana Negara pada Kamis malam (2/10) untuk membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada. Rapat dihadiri sejumlah menteri, Wakil Presiden Boediono, dan Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik.

Dalam keterangan pers setelah rapat terbatas itu, SBY mengatakan dirinya tetap konsisten tidak menyetujui pilkada lewat DPRD, walau tetap dalam koridor demokrasi. Karena itu, dirinya pun membuat dua perppu. Yang pertama: Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 20114 tentang Pilkada. Yang kedua: Perppu Nomor 2 Tahun 2014 mengenai Perubahan Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 23 Tahun 2014, yang menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah.

“Saya mendukung penuh pilkada langsung, dengan perbaikan-perbaikan yang mendasar,” tutur SBY.
Ada 10 perbaikan yang telah dimasukkan ke dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Berikut 10 perbaikan yang telah dimasukkan ke dalam perppu itu.

  1. Ada uji publik calon kepala daerah. Menurut Presiden SBY, dengan adanya uji publik dapat dicegah calon kepala daerah dengan integritas buruk dan berkemampuan rendah karena masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup atau karena yang bersangkutan merupakan keluarga dekat dari incumbent.  "Uji publik semacam ini diperlukan, meskipun tidak menggugurkan  hak seseorang untuk maju sebagai calon gubernur, bupati, ataupun wali kota," ujar SBY.
  2. Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan. "Karena dirasakan selama ini biayanya terlalu besar," ujar SBY.
  3. Mengatur kampanye dan pembatasan kampanye terbuka. Tujuannya: agar biaya bisa lebih ditekan.  "Dan untuk mencegah benturan antar-massa," kata SBY.
  4. Akuntabilitas penggunaan dana kampanye, termasuk dana sosial yang sering disalahgunakan.  "Tujuannya adalah juga untuk mencegah korupsi," ungkap SBY.
  5. Melarang politik uang, termasuk “serangan fajar” dan membayar parpol yang mengusung. SBY menilai, banyak kepala daerah yang akhirnya melakukan korupsi, karena harus menutupi biaya pengeluaran seperti kedua contoh itu.
  6. Melarang fitnah dan kampanye hitam. Ini bisa menyesatkan publik dan juga sangat merugikan calon yang difitnah. "Demi keadilan, para pelaku fitnah perlu diberikan sanksi hukum," kata SBY.
  7. Melarang pelibatan aparat birokrasi. Karena, ditengarai banyak calon yang menggunakan aparat birokrasi, sehingga sangat merusak netralitas mereka.
  8. Melarang pencopotan aparat birokrasi pasca-pilkada. Karena pada saat pilkada, calon yang terpilih atau menang merasa tidak didukung oleh aparat birokrasi itu.
  9. Menyelesaikan sengketa hasil pilkada secara akuntabel, pasti, dan tidak berlarut-larut. Perlu ditetapkan sistem pengawasan yang efektif agar tidak terjadi korupsi atau penyuapan.
  10. Mencegah kekerasan dan menuntut tanggung jawab calon atas kepatuhan hukum pendukungnya. Tidak sedikit terjadinya kasus perusakan dan aksi-aksi destruktif karena tidak puas atas hasil pilkada.
Presiden SBY juga mengatakan, masih banyak perbaikan lain yang diwadahi dalam Perppu Pilkada ini. Perbaikan itu antara lain pilkada yang selama ini mahal telah dihemat dengan mengatur pelaksanaannya secara bertahap dan akhirnya mulai serentak pada tahun 2020.

Menurut SBY, perbaikan mendasar yang oemerintah inginkan dalam perppu ini, di samping merupakan hasil evaluasi pemerintah sendiri, sekaligus juga untuk mewadahi keprihatinan dari mereka yang berpikir bahwa pilkada oleh DPRD lebih baik.

Sepuluh perbaikan yang dimasukkan dalam perppu memang mirip benar dengan opsi yang diajukan Fraksi Partai Demokrat pada Sidang Paripurna DPR tentang Pilkada pada Kamis dan Jumat dini hari lalu (25/9 dan 26/9). Ketika itu, opsi tersebut tak mendapat sambutan dari fraksi-fraksi lain, sehgingga akhirnya Ketua Fraksi Partai Demokrasi memerintah anak buahnya untuk walk out dari sidang paripurna.

Menurut politisi Partai Golkar yang juga ketika itu masih menjadi Wakil Ketua DPR dan menjadi pemimpin sidang paripurna, Priyo Budi Santoso, opsi yang diajukan Fraksi Partai Demokrat secara substansial bagus, namun sulit dilaksanakan. "Kalau itu masuk, bagus sebenarnya. Opsi itu bagus, hanya susah dilaksanakan," ujar Priyo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (27/9).

Menurut Priyo, semua opsi yang diajukan, baik opsi pilkada langsung, pilkada melalui DPRD, maupun opsi dari Fraksi Partai Demokrat, memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Namun, kata Priyo, Demokrat berkukuh 10 syarat dalam opsinya tidak boleh diganggu gugat karena dianggap mutlak. "Kalau mutlak, 

itu kan artinya tidak boleh diutak-atik. Poin dari Demokrat itu bagus dari sisi teori; kalau dilaksanakan, ini sulit," ujar Priyo.

Lagi pula, tambah Priyo, mayoritas fraksi tidak memilih opsi yang diajukan Fraksi Partai Demokrat sehingga tidak mencapai mufakat. Karena itu, Priyo memutuskan tidak memasukkan opsi Demokrat ke dalam opsi voting. "Lobi membahas opsi Demokrat amat alot, mulur-mulur sampai empat jam. Suasananya tidak kurang tegangnya dari sidang paripurna itu," ungkap Priyo.

Akhirnya, kemudian, diputuskan hanya ada dua opsi dalam sidang paripurna itu, tapa mengikutkan opsi yang ditawarkan Fraksi Partai Demokrat. Dan, ya, itu tadi: sebagian besar anggota Fraksi Partai Demokrat hengkang dari ruang sidang. Yang membuat opsi pilkada langsung yang diusung PDIP dan teman koalisinya kalah suara dalam voting.

Kubu banteng bermoncong putih pun lalu menuding Fraksi Partai Demokrat ingkjar janji, karena sebenarnya PDIP dan kawan koalisinya katanya sudah mendukung opsi Fraksi Partai Demokrat. Namun, tudingan itu dibantah oleh anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Pramono Edhie Wibowo.

Adik ipar SBY itu pun meminta PDIP membuktikan telah menerima 10 poin syarat yang diajukan Partai Demokrat dalam memilih pilkada langsung. Karena, menurut Pramono, PDIP pada saat lobi-lobi tidak menyampaikan menerima 10 syarat tersebut. "Kalau diterima, mana buktinya? Harus ada buktinya, dong. Jangan sekarang bilang kacang, besok jadi kedelai," ujar Pramono di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/9).

Ia mengungkapkan, selama hampir lima jam melakukan lobi-lobi itu, tidak satu pun fraksi di DPR mendukung 10 syarat Fraksi Partai Demokrat. Itulah yang menyebabkan pemimpin sidang hanya menyimpulkan dua opsi terkait mekanisme pilkada, bukan tiga opsi. "Kalau diterima, harus diwadahi dong. Lima jam komunikasi tidak ada satu keputusan menerima opsi ketiga," tuturnya.

Terkait perppu yang diterbitkan Presiden SBY, Priyo Budi Santoso memberikan pendapat bahwa perppu bisa ditolak DPR, meskipun sudah ditandatangani presiden. "Kalau Perppu Pilkada itu ditolak, berlakulah kembali Undang-Undang Pilkada yang sudah disahkan DPR melalui sidang paripurna," ujarnya di Mataram, Kamis (2/10), seperti diberitakan Antara.

Sementara itu, ketika dimintai komentarnya tentang penerbitan perppu tersebut, Koordinator Kursus Politik Lembaga Kajian Politik Zoon Politikon Fahmi Ardiansyah secara berkelakar mengatakan, yang menerbitkan perppu itu SBY sebagai presiden atau sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. “Seperti kata Anas Urbaningrum di Twitter, perppu itu rasa Demokrat. Jadi, saya kira, SBY hanya menimbulkan kegaduhan baru lewat penerbitan perppu, 

apalagi kalau nanti perppu itu ditolak DPR. Tambahan pula, SBY juga mengatakan, proses sidang paripurna DPR  tentang pilkada kemarin itu terindikasi tidak benar walau harus dibuktikan lebih lanjut,” ungkap Fahmi.
Sumber Asatunews
(Fahmi 99)

Share this article :

1 komentar:

Jumlah Pembaca

 
Support : Copyright © 2011. Realitas News - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Realititas News