Headlines News :
Home » , , » Bukti Joko Widodo dan Keluarga PKI

Bukti Joko Widodo dan Keluarga PKI

Written By Unknown on Jumat, 03 Oktober 2014 | 15.24

RNews  -  Banyak pihak melakukan investigasi terhadap latar belakang Joko Widodo dan keterkaitannya dengan paham komunis. Terakhir Partai Gerindra melalui tim investigasi dipimpin Brigjen TNI Purn Glen Kahuripan juga melakukan investigasi hingga ke Desa Giriroto, Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali guna mengumpulkan fakta-fakta mengenai Joko Widodo. 

"Benar, kami sudah melakukan penyelidikan mengenai latar belakang Joko Widodo," ujar Glen Kahuripan pada awal Juli 2014 lalu. 

Sebelumnya mantan Kasum TNI Letjen Purn Johanes Suryo Prabowo sudah beberapa kali mengungkapkan keterkaitan Jokowi dengan paham komunis, PKI dan PKC China.

Hasil investigasi tim Partai Gerindra tidak jauh beda seperti hasil tim atau pihak lain yang telah melakukan investigasi lebih dulu. 

Secara ringkas berbagai hasil investigasi terhadap Joko Widodo adalah sebagai berikut :


Tentang Latar Belakang Jokowi - Garis Ayah

Keterkaitan Jokowi dengan komunisme dapat ditelusuri dari sosok kedua orang tuanya, yang aslinya bernama Widjiatno Miharjo (Pak Widji) warga Dusun Kauman, Desa Kragan, Kedungrejo, Karanganyar,  Surakarta. 

Kakek Jokowi bernama Wirjo Miharjo, dikenal sebagai Lurah Dongkol (Lurah abadi, berhenti ketika meninggal dunia) di Kragan, Kedungrejo, Karanganyar.

Sebelum menjabat lurah Kragan, Eyang (kakek) Jokowi, Wirjo Miharjo adalah pedagang kayu bakar dan arang. Profesi ini ditinggalkannya sejak ia menjabat Lurah Kragan, dan lebih banyak mendapatkan penghasilan dari pengusahaan tanah bengkok (laha  tanah jatah untuk kepala desa / lurah dari pemerintah).

Dusun Kauman Desa Kragan, Gondangrejo, Karanganyar, sebuah desa kecil yang berjarak sekitar 25 KM dari pusat Kota Karanganyar atau 15 KM dari Kota Solo, di desa inilah  keluarga besar Joko Widodo dari garis ayah lahir dan dibesarkan. 


Kakek Joko Widodo, Wirjo Miharjo memiliki 5 (lima) putra : 

1. Widjiatno (ayah Jokowi)
2. Wahyono, terakhir diketahui tinggal di Sumberlawang, Sragen
3. Mulyono (putranya bernama Hari Mulyono Dirut PT Rakabu Sejahtra)
4. Joko Sudarsono, beralamat Sukoharjo.
5. Heru Purnomo, Dusun Kauman Kragan, Karanganyar (pedagang).

Sebelum menjabat lurah Kragan, kakek Jokowi Wirjo Miharjo adalah seorang penjual kayu bakar dan arang. Sejak jadi Lurah, kehidupan keluarga kakek Jokowi jauh lebih sejahtera, terpandang dan termasuk 'Balung Gajah' (kaya terpandang). 

Lurah Wirjo Miharjo selain mendapat hasil panen padi dari pengusahaan tanah bengkok, juga memiliki 'selepan padi'  (penggilingan padi/ huller), yang diwariskan kepada anak tertua Widjiatno (ayah Jokowi)

Pada tahun 1977 Widjiatno menjual penggilingan padi (Huller) itu seharga Rp 6 juta, karena Widjiatno yang sudah lama tidak tinggal di Kragan sejak menikah dengan Sudjiatmi, tidak mungkin lagi punya waktu untuk mengurus kilang padinya. Pada tahun 1977 itu, Widjiatno sudah menetap di Jalan Ahmad Yani (depan Pool Bis Damri), Tirtoyoso, Manahan Surakarta.

Di Tirtoyoso Surakarta, Widjiatno membuka usaha pengerajin kayu dan bambu. Rumah dan halaman samping kiri digunakan sebagai tempat penggergajian kayu. Usaha penggergajian kayu dan bambu terus dilakukan Widjiatno hingga tahun 2001.



Garis Ibu - Sumber Keterkaitan Jokowi Dengan Komunisme

Ibu Jokowi bernama Sudjiatmi, lahir di Desa Giriroto Boyolali. Ayah Sudjiatmi adalah pengusaha pengerajin kayu, demikian juga adik Sudjiatmi, bernama Miyono juga seorang pengusaha kayu. 

Widjiatno menikahi Sudjiatmi pada tahun 1959, dan sejak menikah Widjiatno ikut istrinya tinggal di Giriroto, Ngemplak Boyolali. Widjiatno bekerja sebagai pengusaha pengerajin kayu - bambu sebagaimana usaha keluarga istrinya. 

Widjiatno dan Sudjiatmi tinggal di Giriroto sejak 1959 hingga 1965. Boyolali adalah pusat kegiatan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan satu-satunya kabupaten di Indonesia yang dijuluki "kabupaten Merah". Pada pemilu 1955, PKI berhasil menang mutlak di Kabupaten Boyolali, meraih 21 Kursi DPRD dari 34 kursi.

Widjiatno dan Sudjatmi pada tahun 1960-1965 dikenal sebagai aktifis PKI. Widjiatno merupakan Komandan Satuan Tugas Organisasi Perlawanan Rakyat (Dan Satgas OPR) yang merupakan underbouw PKI. 

Sudjiatmi adalah tokoh Gerwani yang merupakan kader didikan langsung Sulami mantan sekjen Gerwani. Sedangkan Miyono adik ibu Sudjiatmi (paman Jokowi) adalah aktifis Pemuda Rakyat PKI. 

Menurut pakar sejarah, Desa Giriroto - Ngemplak adalah pusat basis PKI Boyalali, dari dulu sampai sekarang ini. Giroroto dikenal dengan kisah pilu, di sana terjadi peristiwa pembantaian umat Islam setempat oleh para kader PKI, pada tanggal 30 September 1965, hanya beberapa jam setelah DN Aidit Ketua CC PKI Pusat mengumumkan Gerakan 30 S PKI dan pembentukan Dewan Revolusi, setelah berhasil membunuh para pimpinan TNI - AD yang difitnah PKI bermaksud menggulingkan Presiden Soekarno.

Tidak diketahui pasti berapa banyak korban umat Islam anti PKI yang dibunuh pada 30 September - Oktober 1965 oleh kader Komunis.

Aksi PKI keji Giriroto, Ngemplak Boyolali baru berhenti setelah kedatangan pasukan TNI (kodam Siliwangi dan RPKAD) menyerbu masuk ke Jawa Tengah untuk membebaskan Jateng dari kekuasaan PKI dan membebaskan Kodam Diponegoro yang dikuasai perwira-perwira pro PKI.

Keterlibatan aktif keluarga besar Sudjiatmi pada komunisme dan menjadi tokoh PKI pada 1960 s/d 1965, sangat dimungkinkan karena profesi keluarga Sudjiatmi sebagai pengerajin kayu. Fakta sejarah membuktikan, bantuan besar-besaran terutama pemberian peralatan pertanian dan pertukangan secara gratis (kapak, cangkul, gergaji, mesin potong kayu/bambu, jaring dan lain-lain) oleh PKI kepada para petani dan tukang kayu, menyebabkan PKI mendapat dukungan terbesar dari kelompok ini.

Usaha kayu/bambu milik ayah dan suami Sudjiatmi, Widjiatno maju dan berkembang karena dukungan penuh dari Partai Komunis Indonesia. Sangat logis ketika kemudian Widjiatno, Sudjiatmi dan Miyono (adik Sudjiatmi) bergabung dengan PKI dan menjadi tokoh utama PKI di Boyolali sejak 1959 hingga 1965.


Boyolali Kabupaten Merah PKI

Status Kabupaten Boyolali sebagai Pusat Basis PKI Jawa Tengah-Indonesia pada 1955 - 1965 makin dikokohkan dengan penetapan Boyolali sebagai Markas Besar Tentara Merah PKI yang berasal dari Batalion Panempahan Pasoepati, pasukan desertir TNI paska rasionalisasi. 

Perwira - periwra Tentara Merah juga merupakan andalan PKI dalam melakukan inflitrasi ke tubuh TNI pada sepanjang tahun 1955-1965. Fakta sejarah menyebutkan keterlibatan aktif perwira TNI yang berasal dari Tentara Merah dalam melakukan penculikan dan pembunuhan para pimpinan TNI - AD pada 30 September 1965. Terutama para perwira dan prajurit yang  bergabung dalam 3 brigade yaitu :

  1. Brigade Pasopati

    Dipimpin Dul Arif, pasukan ini bertugas menangkap tujuh perwira tinggi TNI Angkatan Darat, yang disebut sebagai anggota ”Dewan Jenderal”. Terdiri atas anggota Resimen Cakrabirawa, Pasukan Pengawal Presiden. 

  2. Brigade Bimasakti

    Dipimpin Suradi, anggotanya pasukan sukarelawan plus dua batalion dari Kodam Diponegoro dan Kodam Brawijaya. Tugasnya mengawal kawasan Lapangan Monas dan menjaga sejumlah sektor. Juga merebut gedung RRI, stasiun kereta api Gambir, serta pusat telekomunikasi di Jalan M.H. Thamrin. 

  3. Brigade Gatotkatja

    Bertugas sebagai pasukan cadangan, dipimpin Gatot Sukrisno. Personelnya diambil dari Pasukan Pengawal Pangkalan Angkatan Udara dan Sukarelawan Bersenjata. Ditempatkan di sekitar Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.


Aksi pembantaian tokoh dan umat Islam yang dituduh anti PKI/Revolusi di Giriroto - Boyolali 30 September - Oktober 1965 oleh PKI berhasil dihentikan dengan kedatangan pasukan TNI dari Kodam Siliwangi dan RPKAD, Keluarga besar Widjiatno - Sudjiatmi termasuk Miyono melarikan diri ke hutan kaki Gunung Merbabu, Kemukus dan Merapi untuk menghindari operasi penumpasan PKI. Baru diketahui oleh tim investigasi bahwa tempat persembunyian mereka selalu berpindah-pindah. Salah satu tempat persembunyian keluarga Jokowi (Widjiatno - Sudjiatmi dan Miyono) adalah Komplek Makam Keramat Sindang Siwani di Wonogiri. Mereka keluar dari persembunyian pada tahun 1971, namun tidak kembali ke Giriroto dan masih berpindah-pindah untuk menghapus jejak masa lalu.

Menetap Di Surakarta

Pada tahun 1973 keluarga Jokowi pindah ke Jalan Ahmad Yani (depan Pool Damri) RT 03/014 Tirtoyoso, Manahan, Banjarsari, Surakarta. 
Di Tirtoyoso Manahan Surakarta ini, Widjiatno mengganti nama menjadi Noto Miharjo. Memindahkan usaha usaha kayu mereka dari Giritoro Karanganyar ke tempat tinggal barunya di Tirtoyoso Surakarta. 

Demikian juga adik Sudjiatmi, Miyono memindahkan usaha kayu / meubel ke rumah barunya di Jalan Ahmad Yani / MT Haryono, Manahan Surakarta, hanya berjarak sekitar 500 meter dari rumah Widjiatno.

Hasil tim investigasi, selama tinggal di jalan Ahmad Yani Tirtoyoso, Jokowi tidak pernah bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Terkesan memang disengaja untuk menghindari terungkapnnya rahasia besar keluarga mereka sebagai tokoh Partai Komunis Indonesia.

Jokowi menghabiskan masa kecil dan remajanya dengan berdiam diri di rumah bersama orang tua dan ketiga adik perempuannya, dan bergaul di pinggiran Kali Pepe Munggung, yang tak jauh dari rumah pamannya, Miyono. 

Itu sebab kenapa Jokowi dalam pengakuan bohongnya selalu mengatakan ia lahir di pinggiran Kali Pepe Munggung, Manahan Surakarta. (Jfs)

Share this article :

3 komentar:

  1. Lengkaplah sudah : Kader PKI yang koruptor lah kok malah didiamkan? ada apakah ini? Kalo untuk Amerika, Vatikan dan China sih PKI jadi presiden gak masalah, bagaimanakah tindakan Presiden, KPK, Kejagung. Apakah mereka juga mau jadi pecundang atau jadi pahlawan dengan tindakan : Jokowi tsk korupsi ... Berani gak ya...

    BalasHapus
  2. di indonesia memang masih pantas di pimpin oleh orang orang yg penuh masalah , tidak jujur , koruptor , munafik , jiwa pki , islam ktp , banyak orang pinter dan ngerti tapi sukanya hanya berkicau , sindir2an , main kritik , wong sdh jelas ketok moto dan dengar calon pres , calon gub , calon bup , dpr , dprd , menteri la kok sik di pilih lan dibelani jadi wakil rakyat , menteri bahkan presiden , pirannya masih butuh kursi bukan membela nkri , orang baik ingin jadi pimpinan di indonesia masih haram , krn para elit kita ya itu masih berfikir jatah kursi , ingin korup . wis jelas jokododo orang gak karo2an eleke yo sik di backup , di elu2kan , di idolakan , gak di usut2 . kpk oon , kejagung oon , pres oon , elit politik kabeh oon , parpol2 kmp oon , parpol indonesia hebat yo nemen oon ne

    BalasHapus
  3. Seandainya benar.... takdir dilahirkan oleh dan dari keluarga apapun, di mana, kapan dan lain sebagainya tidak bisa ditolak. Siapapun seandainya bisa memilih, pasti pilihan jatuh pada keluarga kaya-raya, beriman dan beramal sholeh, muka ganteng, cerdas dan serba baik... hahahaaa....

    BalasHapus

Jumlah Pembaca

 
Support : Copyright © 2011. Realitas News - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Realititas News